Minggu, 04 November 2012

MAKALAH KEHUJAHAN HADIST


TUGAS MATA KULIAH: STUDI AL-HADIST

KRITERIA KEHUJAHAN HADIST DAN INGKAR SUNAH












DOSEN PENGAMPUH : PROF. Dr. H. SULAIMAN ABDULLAH
DISUSUN OLEH : TURSIMAN, SE




IAIN SULTAN THAHA JAMBI
PROGRAM PASCA SARJANA  FILSAFAT ISLAM
SEMESTER I TA. 2012


PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahnya semoga kita semua dalam keadaan sehat walafiat tak kurang suatu apa dan sukses dalam aktifitas sehari harinya, amin.

Makalah ini dapat tersusun untuk memenuhi materi kuliah dan tugas mata kuliah Studi Al-Hadist yang di berikan oleh Prof. Dr. H. Sulaiman Abdullah.

Tersusunya makalah ini, bagi penulis merupakan suatu kepuasan tersendiri, karena dengan tersusunya makalah ini penulis menjadi giat membaca dan belajar sekuat tenaga maupun fikiran untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam, khususnya dalam memahami persoalan Hadist yang saat ini begitu banyaknya hadist dhoif yang berkembang di tengah tengah Masyarakat kita. Dengan memahami kriteria hadist melalui berbagai sumber maka diharapkan kita khususnya penulis dapat mengambil hikmah dan menjalankan amalan amalan yang benar benar hadist Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari bahwa uraian makalah ini masih jauh dari harapan dan penulis berharap adanya koreksi dan penilaian dari Bapak Prof. Dr. H. Sulaiman Abdullah, selaku Dosen dan berharap mendapatkan nilai yang terbaik, amin.




                                                                                                Penyusun,



                                                                                                Tursiman,SE


BAB. I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hadist Nabi Muhammad SAW adalah merupakan panduan dalam beribadah bagi umat Islam dimuka bumi, sebagai perbuatan Nabi besar Muhammad, SAW pada masa hidupnya yang saat ini harus kita contoh dalam melakukan ibadah sehari hari dengan Al qur’an sebagai wahyu Allah SWT.
Ketika umat bertanya dan dalam perbedaan pendapat, maka Rasulullah meninggalkan dua wasiat, yaitu Al qurán dan al hadist, maka begitu pentingnya dasar hukum itu menjadi pedoman, dan sejauhmana kita memahaminya, menjadi tolak ukur pula sejauh mana kita mencapai ketinggiannya. Alqur’an s. ali imron ayat 32, yang artinya Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir."
Dan Allah berfirman pada Q.s.4 ayat 14 berbunyi; Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.
Maka dengan dibuatnya makalah ini yang berjudul “ KRITERIA KEHUJAHAN HADIST “ maka akan menambah khasanah untuk beribadah dan mencintai rasulnya, amin.

BAB. II
PEMBAHASAN

B. Kehujahan Hadis Shahih
Hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma hadis dan sebagian ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.
Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu al-Quran dan hadis mutawatir. oleh karena itu, hadis ahad tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aqidah.
C. Tingkatan Hadis Shahih
Perlu diketahui bahwa martabat hadis shahih itu tergantung tinggi dan rendahnya kepada ke-dhabit-an dan keadilan para perowinya. Berdasarkan martabat seperti ini, para muhadisin membagi tingkatan sanad menjadi tiga yaitu:
Pertama, ashah al-asanid yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya. seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ mawla (mawla = budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar.
Kedua, ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis yang tingkatannya dibawah tingkat pertama diatas. Seperti periwayatan sanad dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.
Ketiga. ad’af al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua. seperti periwayatan Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.
Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi tujuh tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut:
1.         Hadis yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih),
2.         Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja
3.         Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja
4.         Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-Bukhari dan  Muslim,
5.         Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja
6.         Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja
7.         Hadis yang dinilai shahih menurut ilama hadis selain Al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyratan keduanya, seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.
Kitab-kitab hadis yang menghimpun hadis shahih secara berurutan sebagai berikut:
1.      Shahih Al-Bukhari (w.250 H).
2.      Shahih Muslim (w. 261 H).
3.      Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H).
4.      Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H).
5.      Mustadrok Al-hakim (w. 405).
6.      Shahih Ibn As-Sakan.
7.      Shahih Al-Abani.

D.   Hadist Hasan
       a. Pengertian Hadis Hasan
Secara bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat juga berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan karena melihat bahwa ia merupakan pertengahan antara hadis shahih dan hadis dha’if, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya. Sebagian dari definisinya yaitu:
1.         definisi al- Chatabi: adalah hadis yang diketahui tempat keluarnya, dan telah mashur rawi-rawi sanadnya, dan kepadanya tempat berputar kebanyakan hadis, dan yang diterima kebanyakan ulama, dan yang dipakai oleh umumnya fukoha
2.         definisi Tirmidzi: yaitu semua hadis yang diriwayatkan, dimana dalam sanadnya tidak ada yang dituduh berdusta, serta tidak ada syadz (kejangalan), dan diriwayatkan dari selain jalan seperti demikian, maka dia menurut kami adalah hadis hasan.
3.         definisi Ibnu Hajar: beliau berkata, adalah hadis hasan yang diriwayatkan oleh yang adil, sempurna ke-dhabit-annya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz (janggal) maka dia adalah hadis shahih li-dzatihi, lalu jika ringan ke-dhabit-annya maka dia adalah hadis hasan li dszatihi.
Kriteria hadis hasan sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya. yaitu hadis shahih lebih sempurna ke-dhabit-annya dibandingkan dengan hadis hasan. Tetapi jika dibandingkan dengan ke-dhabit-an perawi hadis dha’if tentu belum seimbang, ke-dhabit-an perawi hadis hasan lebih unggul.
b. Kehujahan Hadis Hasan
Hadis hasan sebagai mana halnya hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Paraulama hadis, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadis hasan.
E.    Hadist Dhaif
a. Definisi Hadist Dhaif
Pengertian hadits dhaif Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang lemah. Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. Dugaan kuat mereka hadits tersebut tidak berasal dari Rasulullah SAW. Adapun para ulama memberikan batasan bagi hadits dhaif sebagai berikut : “ Hadits dhaif ialah hadits yang tidak memuat / menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
b.  Macam-macam hadits dhaif
Hadist dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : hadits dhaif karena gugurnya rawi dalam sanadnya, dan hadits dhaif karena adanya cacat pada rawi atau matan.
1. Hadits dhaif karena gugurnya rawi
Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan sanad, maupun pada pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa nama bagi hadits dhaif yang disebabkan karena gugurnya rawi, antara lain yaitu :
2. Hadits Mursal
Hadits mursal menurut bahasa, berarti hadits yang terlepas. Para ulama memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya di akhir sanad. Yang dimaksud dengan rawi di akhir sanad ialah rawi pada tingkatan sahabat yang merupakan orang pertama yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW. (penentuan awal dan akhir sanad adalah dengan melihat dari rawi yang terdekat dengan imam yang membukukan hadits, seperti Bukhari, sampai kepada rawi yang terdekat dengan Rasulullah). Jadi, hadits mursal adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat Nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah.
Contoh hadits mursal :
Artinya :
Rasulullah bersabda, “ Antara kita dan kaum munafik munafik (ada batas), yaitu menghadiri jama’ah isya dan subuh mereka tidak sanggup menghadirinya”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik, dari Abdurrahman, dari Harmalah, dan selanjutnya dari Sa’id bin Mustayyab. Siapa sahabat Nabi yang meriwayatkan hadits itu kepada Sa’id bin Mustayyab, tidaklah disebutkan dalam sanad hadits di atas.
Kebanyakan Ulama memandang hadits mursal ini sebagai hadits dhaif, karena itu tidak bisa diterima sebagai hujjah atau landasan dalam beramal. Namun, sebagian kecil ulama termasuk Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan Ahmad bin Hanbal, dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah asalkan para rawi bersifat adil.

3.      Hadits Munqathi’
Hadits munqathi’ menurut etimologi ialah hadits yang terputus. Para ulama memberi batasan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang gugur satu atau dua orang rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi di akhir sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sanad adalah tabi’in. Jadi, pada hadits munqathi’ bukanlah rawi di tingkat sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in. Bila dua rawi yang gugur, maka kedua rawi tersebut tidak beriringan, dan salah satu dari dua rawi yang gugur itu adalah tabi’in.
F.   Ingkar Sunah
Yang dimaksud ingkar sunah adalah seoarang atau kelompok islam yang hanya memegang pedoman hanya pada Alqur an saja, sedangkan sunah tidak dipakai bahkan menganggap bahwa sunah itu tidak dibutuhkan dalam beribadah.
Syaikh Abdul Wahhab bin Abdul Jabbar ad-Dahlawi rohimahulloh berkata: “Musibah yang menimpa kaum muslimin pada zaman sekarang ialah tersebarnya kelompok yang berpegang hanya kepada al-Quran dan menolak hadits Nabi shollallohu alaihi wa sallam yang mutawatir. Musibah ini melanda negeri-negeri Islam, khususnya India. Mereka mempunyai organisasi yang menamakan dirinya “Ahlu al-Qur’an”. Mereka sebarkan pemahaman ini lewat tulisan, brosur, dan majalah India. Akan tetapi, mereka telah dibantah oleh para ulama India, seperti Syaikh as-Sayid Sulaiman an-Nadawi rohimahullohTahqiq . (lihat Tahqiq Ma’na as-Sunnah oleh an-Nadawi: 24).
Betapa banyak ayat al-Qur’an yang butuh penjelasan dari as-Sunnah, seperti ayat sholat, zakat, dan lainnya. Ayat di atas (QS. an-Nahl [16]: 44) menjadi rujukan kami untuk menjelaskan betapa pentingnya kita berpegang kepada as-Sunnah. Mustahil kita bisa mengamalkan al-Qur’an tanpa keterangan dari sunnah Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam.
Aisyah rodhiyallohu anha berkata: ‘Barangsiapa menuduh bahwa Mu­hammad shollallohu alaihi wa sallam menyimpan sedikit saja dari ayat Alloh, sungguh orang (penuduh) ini paling besarnya dustanya di sisi Alloh’ (HR. Muslim 1/159)
Beliau Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam menjelaskan makna lafazh dan makna secara umum atau menerangkan makna ayat yang menjadi kebutuhan umatnya. Terutama apabila ayat itu bersifat glo­bal, umum, atau mutlak, maka as-Sunnah menerang­kan yang masih global, mengkhususkan yang umum, dan mentaqyid yang mutlak, baik lewat perkataan, perbuatan, atau ketetapan beliau tatkala melihat sahabatnya berbuat.” (Manzilatus Sunnah fil Islam oleh al-Albani: 4)
Syaikh Sulaiman an-Nadawi rohimahulloh berkata: “Berdasarkan ayat ini, apabila para sahabat tidak memahami suatu ayat, mereka segera merujuk maknanya ke­pada Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam. Apabila ada suatu peristiwa, mereka me­nyampaikan kepada Nabi shollallohu alaihi wa sallamshollallohu alaihi wa sallam menjelaskan puasanya tetap sah, karena orang lupa dan keliru tidak dihukum sebagaimana disebutkan di dalam surat al-Ahzab [33]: 5.” (Tahqiq Ma’na as-Sunnah wa Bayanul Hajati Ilaiha oleh Sulaiman an-Nadawi: 29-30 ta’liq wa tahrij al-Albani dkk.) untuk mendapatkan penjelasan dan pelajaran yang belum didapatkan sebelumnya. Misalnya puasa, al-Qur’an tidak menjelaskan hukum orang berpuasa apabila dia lupa makan dan minum Barangsiapa mengingkari as-Sunnah berarti mengingkari persaksiannya “Muhammad adalah utusan Alloh”. Mengapa? Karena makna syahadat yang kedua ini adalah bersaksi untuk menyanggupi beribadah kepada Alloh subhanahu wa ta’ala dengan cara yang dicontohkan oleh Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam. Juga karena beliau adalah suri teladan yang baik dalam semua urusan. (Lihat QS. al-Ahzab [33]: 21)
a.      Penyebab Ingkar Sunnah
Orang mengingkari as-Sun­nah tentunya memiliki sebab dan tujuan. Inilah di antaranya:
1.      Membenci Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi dan rosul. Ini berawal dari kelompok Yahudi yang tidak senang kepada Nabi shollallohu alaihi wa sallam.
2.      Agar manusia bebas berpikir dan berbuat menuruti hawa nafsunya, tidak terikat dengan ketentuan as-Sunnah.
3.      Karena kebodohannya, tidak mau menuntut ilmu kepada ahlinya.
4.      Memusuhi Islam dengan cara yang halus lewat mulut mereka. Mustahil mereka membela Islam kalau membenci as-Sunnah.
5.      Memecah belah persatuan dan kekuatan kaum muslimin. Apabila al-Qur’an ditafsirkan dengan as-Sunnah dan pemahaman sahabat rodhiyallohu anhum kaum muslimin menjadi kuat dan bersatu.
6.      Memberi peluang musuh Is­lam agar bisa bersikap keras kepada kaum muslimin. Sebaliknya, mereka menjadikan umat Islam bersikap .lembut terhadap pemeluk agama lain, bersabar, dan suka memaaf-kan bila Yahudi atau Nasrani bersalah kepada kaum mus­limin.
7.      Imam Ahmad berkata: “Barangsiapa menolak hadits Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam maka dia di ambang pintu kehancuran.”

b.      Sikap Ulama Terhadap “Ingkar Sunnah”
1.      Dilarang bergaul dan mengambil ilmu mereka Ibnu Mas’ud rodhiyallohu anhu berkata: ”Kalian akan menjumpai suatu kaum, mereka mengaku mengajak kamu kepada kitab Alloh, padahal mereka membuang al-Qur’an ke balik punggung me­reka. Maka kalian wajib berpe­gang kepada ilmu, jauhkan dirimu dari perkara bid’ah, jauhkan dirimu dari mendalami perkara (berlebihan) , dan kamu wajib berpegang kepada Sunnah.” (Sunan ad-Darimi 1/66)
Umar bin Khoththob rodhiyallohu anhu ber­kata: “Janganlah kamu bergaul dengan orang yang mengandalkan pendapatnya. Sesungguhnya mereka musuh Sunnah. Mereka menolak hadits yang mereka hafal, (lantas) berpegang kepada pendapatnya. Mereka sesat dan menyesatkan (lihat al-Lalikai 1/123)
2.      Wajib mendakwahi mereka agar kembali kepada Sunnah dan menjelaskan bahayanya sesuai   dengan keterangan di atas Ibnu Abbas rodhiyallohu anhuma berkata: “Hampir saja diturunkan kepa­da kalian hujan batu dari langit, (ketika) saya berkata ‘Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda’ sedangkan kamu (membantah) berkata ‘Abu Bakar dan Umar berkata demikian’.” (Syarh Kitab Tauhid 1/482)
3.      Mereka penyesat umat, Abu Qilabah rohimahulloh berkata: “Jika kamu menyampaikan as-Sunnah kepada seseorang lalu dia berkata ‘Tinggalkan as-Sun­nah, mana dalil al-Qur’an?’ Ketahuilah, dia sesat”. (Thobaqot Ibnu Sa’ad 7/I84)
4.   Mereka itu Abu Jahal pada zaman sekarang. Imam adz-Dzahabi rohimahulloh ber­kata: “Apabila kamu melihat ahli kalam dan orang ahli bid’ah ber­kata ‘Tinggalkan al-Qur’an dan hadits ahad, bawakan akal’. Ketahuilah, dia Abu Jahal…” (Siyar A’lamin Nubala’ 4/472)
5.   Mereka di ambang pintu kehancuran, Imam Ahmad rohimahulloh berkata: “Barangsiapa menolak hadits Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam maka dia di am­bang pintu kehancuran.” (Thobaqotul Hanabilah 2/15, al-Ibanah 1/260)
6.    Mereka penyembah hawa nafsu, Imam al-Barbahari rohimahulloh ber­kata: “Jika kamu mendengar sese­orang mencela atsar atau menolak atsar atau ingin selain atsar, curigailah keislamannya. Tidak diragukan, dialah penyembah hawa nafsu, ahli bid’ah.” (Syarhus Sunnah: 51)
Abul Qosim al-Ashbahani rohimahulloh berkata: “Ahli Sunnah dari ulama salaf berkata: ‘Apabila ada orang yang mencela atsar maka harus dicurigai keislaman­nya” (al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah 2/428)
6.  Tidak diajak bicara, bila hal itu ada maslahatnya.
Ibnu Sirin rohimahulloh pernah menceritakan hadits Nabi shollallohu alaihi wa sallam ke­pada seseorang, lalu orang itu berkata: “Akan tetapi, fulan ber­kata demikian demikian.” Lalu Ibnu Sirin rohimahulloh menjawab: “Aku menceritakan hadits dari Nabi shollallohu alaihi wa sallam lantas kamu berkata ‘Fulan bicara demikian’, tak perlu saya bicara denganmu selamanya.” (Sunan ad-Darimi: 442)
Umar bin Khoththob rodhiyallohu anhu tidak mengajak bicara anaknya yang bernama Bilal ketika melarang wanita masuk masjid padahal Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam membolehkannya (lihat Shohih Muslim: 672).
Jika menolak satu hadits saja disikapi demikian, bagaimanakah terhadap pengingkarnya.
8. Boleh dicurigai keislamannya.
Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rohimahulloh berkata: “Barang­siapa membenci sebagian dari apa yang didatangkan oleh Ro­sululloh shollallohu alaihi wa sallam walaupun dia mengamalkan, maka dia kafir.” Lalu beliau menukil QS. Muhammad [47]: 9 (lihat Nawaqidhul Islam).






                                           BAB III

                                         Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut ;
Adanya Hadist Shohih, Hasan dan Dhaib yang diriwayatkan oleh para perawinya sesuai dengan tingkat ketinggian dan keadilan para perawi itu sendiri, selanjutnya masih banyak ditengah masyarakat muslim adanya sekelompok yang mengatasnamakan ahlil Qur’an yaitu para kaum muslimin yang hanya menganut dan mempercayai kitab suci Al Qur’an asaja tapt tidak merujuk pada Hadist Nabi Muhammad SAW.





























DAFTAR PUSTAKA


Ash Shiddieqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, Bulan Bintang, Jakarta, 1954

Hajar al-Asqalani, Ibnu, Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, Pustaka Imam Asy Syafi’I, Yogyakarta, 2001

Sabiq, Ahmad, Hadist Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, Pustaka Al-Fur’qon, Jawa Timur, 2001

Departemen Agama, Terjemahan Al-Qura’an, Toha Putra, Jakarta, 2010

www.google. Com, Pemikiran Ulama Tentang Hadist, diunduh pada tanggal 27 September 2012



3 komentar:

  1. terimakasih banyak pak admin. ijin save ya

    BalasHapus
  2. PokerStars - online casino, poker - KADG PINTAR
    PokerStars. You can 메리트카지노총판 play poker online with the full range of poker tournaments online for worrione free without kadangpintar download.

    BalasHapus